Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Headline News

Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung, Apa Manfaatnya dalam Menjaga Konsistensi Hukum?

13
×

Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung, Apa Manfaatnya dalam Menjaga Konsistensi Hukum?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Matamedia.News, (Jakarta) |  Mahkamah Agung Republik Indonesia mengadakan Rapat Pleno Kamar ke-13 pada 5—7 November 2024 di Bandung, Jawa Barat. Rapat ini diikuti oleh seluruh pimpinan, hakim agung, hakim ad hoc, asisten kamar, dan pejabat eselon 1 dan 2 Mahkamah Agung. Tahun ini, rapat dipimpin pertama kali oleh Prof. Dr. H. Sunarto, S.H., M.H., sebagai Ketua Mahkamah Agung.

Rapat Pleno Kamar menjadi media rutin Mahkamah Agung dalam membahas permasalahan hukum dari tiap perkara, bertujuan menjaga konsistensi putusan dan mencegah penyimpangan dalam putusan hukum.

Example 300x600

Selain itu, Pleno Kamar juga menjadi sarana monitoring dan evaluasi manajemen perkara.

Harapan dari diberlakukannya kebijakan Sistem Kamar yaitu agar Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan tertinggi kehakiman mampu memberikan arahan atau panduan kepada pengadilan di bawahnya dalam memutus permasalahan hukum.

Kewenangan tersebut merupakan upaya untuk mengatur hal-hal yang dalam praktik peradilan sehari-hari yang belum diatur dan belum diakomodir oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada.

Adapun tujuan dari pemberlakuan Sistem Kamar yaitu,
1. Menjaga kesatuan hukum;
2. Mengurangi disparitas putusan;
3. Memudahkan pengawasan putusan;
4. Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara; dan
5. Mengembangkan kepakaran dan keahlian Hakim dalam mengadili perkara.

Dasar Pelaksanaan Sistem Kamar

Sebagai dasar pelaksanaan Sistem Kamar, Mahkamah Agung telah menerbitkan empat regulasi, yaitu:

1.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 142/KMA/SK/IX/2011 tanggal 19

2.September 2011;
Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 017/KMA/SK/II/2012 tanggal 3 Februari 2012;

3.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 112/KMA/SK/VII/2013 tanggal 10 Juli 2013; dan

4.Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 213/KMA/SK/XII/2014 tanggal 30 Desember 2014.

Selain itu, terdapat upaya lain untuk mewujudkan kesatuan penerapan hukum melalui tiga pendekatan, yaitu penetapan yurisprudensi, rumusan kamar, dan landmark decision.

Sejak diberlakukan Sistem Kamar, Mahkamah Agung telah menghasilkan 519 Rumusan Hukum yang terdiri atas Rumusan Kamar Pidana sebanyak 129, Kamar Perdata sebanyak 118, Kamar Agama sebanyak 118, Kamar Militer 77 dan Kamar Tata Usaha Negara sebanyak 77 rumusan.

Tahun ini, mendukung kemudahan akses terhadap Rumusan Kamar, Kepaniteraan Mahkamah Agung meluncurkan aplikasi diktum (Direktori Rumusan Hukum).

Aplikasi ini diluncurkan pada Ulang Tahun Mahkamah Agung ke-79 pada 19 Agustus 2024 lalu.

Aplikasi Diktum berfungsi sebagai pelengkap dalam pemeriksaan kasasi dan peninjauan kembali secara elektronik.

Aplikasi ini juga memudahkan akses terhadap rumusan hukum Mahkamah Agung melalui perangkat digital.

Pada Pembukaan Rapat Pleno ke-13 (06/11), Ketua Mahkamah Agung mengapresiasi Kepaniteraan Mahkamah Agung yang telah membuat aplikasi tersebut.

“Melalui Aplikasi Diktum, rumusan kamar dapat diakses melalui smartphone dengan cukup mengetik kata kunci yang ingin dicari,” ujar Ketua Mahkamah Agung.

Rumusan Kamar Bukan untuk Mengekang Hakim dalam Memutus Perkara Pada dasarnya penerapan Sistem Kamar dimaksudkan untuk menghasilkan putusan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum serta mencerminkan rasa keadilan, hal tersebut sebagai cerminan penerapan prinsip akuntabilitas.

Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah kepatuhan kita terhadap rumusan kamar, hal ini tidak dimaksudkan untuk mengekang kebebasan Hakim, namun semata-mata untuk melindungi kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan publik terhadap kepastian hukum, karena salah satu indikator kredibilitas lembaga peradilan di mata publik adalah konsistensi putusan.

“Seyogyanya seorang Hakim tidak keluar dari Kesepakatan Kamar dengan berlindung di balik kemandirian.

Justru, kemandirian yang perlu ditampilkan kepada masyarakat adalah kemandirian institusional yang merefleksikan akuntabilitas konstitusional,” tegas Sunarto.

Menurut Guru Besar Universitas Airlangga Surabaya tersebut, profesionalisme seorang hakim tidak hanya dimaknai keahlian dalam bidang hukum tertentu, namun harus pula dimaknai pada kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum yang dihadapkan kepadanya secara cepat dan tepat.

Dengan demikian, profesionalisme bagi seorang hakim tidak hanya terkait kecerdasan intelektual, namun juga bermakna kecerdasan secara emosional dan spiritual.

Jadi, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Mahkamah Agung, urgensi Rapat Pleno Kamar adalah untuk menghasilkan Rumusan Kamar yang harus dijadikan pedoman para hakim dalam memutus perkara dengan putusan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.[Anggraeni/Humas-MA]

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page