Matamedia.news, (Sumatera Selatan) | Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan penyuapan yang melibatkan sejumlah pejabat dan pihak swasta di Kabupaten Banyuasin. Kasus ini terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur di Kelurahan Keramat Raya, Kecamatan Talang Kelapa, yang dananya bersumber dari Alokasi Belanja Bantuan Keuangan Bersifat Khusus (BKK) pada APBD Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2023.
Tiga tersangka yang ditetapkan pada hari Senin, 17 Februari 2025, antara lain:
- AMR, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Protokol pada Sekretariat DPRD Provinsi Sumatera Selatan,
- WAF, Wakil Direktur CV.HK yang menjalankan proyek terkait antara 26 Februari 2015 hingga 21 Februari 2022, dan
- APR, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Banyuasin.
Kasus ini bermula dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Penyidik Kejati Sumsel terhadap sejumlah kegiatan pembangunan yang tidak selesai dan tidak sesuai dengan kontrak. Pembangunan yang dimaksud antara lain pembangunan kantor lurah, pengecoran jalan, dan pembuatan saluran drainase di Kelurahan Keramat Raya. Semua kegiatan tersebut dibiayai dengan dana APBD Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2023.
Modus operandi yang diduga dilakukan oleh tersangka adalah melalui pengaturan pemenang lelang dan penerimaan gratifikasi atau suap yang dikenal dengan istilah comitment fee. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan, terungkap bahwa terdapat tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang melibatkan AMR, APR, dan WAF. Mereka diduga saling berkolaborasi dalam mengatur jalannya proses lelang dan pembagian uang suap untuk memenangkan proyek-proyek tersebut.
Proses Penahanan dan Penyidikan Berlanjut
Pada 17 Februari 2025, Kejati Sumsel memutuskan untuk menahan dua tersangka, yaitu WAF dan APR, untuk masa penahanan selama 20 hari terhitung sejak 17 Februari hingga 8 Maret 2025. Mereka akan ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Palembang. Sementara itu, AMR yang ditangkap di Jakarta, akan dibawa ke Palembang pada 18 Februari 2025 dan akan segera menjalani penahanan yang sama hingga 9 Maret 2025.
Tersangka AMR, yang juga merupakan bagian dari pemerintahan di Provinsi Sumatera Selatan, diduga telah berperan besar dalam manipulasi proyek-proyek tersebut. Ia dihadapkan dengan tuduhan pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Potensi Kerugian Negara Rp 826 Juta
Menurut penghitungan sementara oleh Tim Penyidik, proyek-proyek yang tidak diselesaikan dan tidak sesuai dengan kontrak ini berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 826.100.000 (delapan ratus dua puluh enam juta seratus ribu rupiah). Kerugian tersebut berasal dari ketidaksesuaian antara hasil pekerjaan dengan dokumen kontrak serta praktik suap yang melibatkan sejumlah pihak dalam proses pengadaan proyek tersebut.
Proyek yang terindikasi bermasalah tersebut mencakup pembangunan kantor lurah, pengecoran jalan, dan pembuatan saluran drainase. Semua proyek ini dibiayai oleh dana bantuan keuangan yang diperuntukkan bagi Kabupaten Banyuasin melalui APBD Provinsi Sumatera Selatan 2023, sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 388/KPTS/BPKAD/2023 tertanggal 11 Mei 2023. Namun, dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi ini, hasil pekerjaan proyek tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan dalam kontrak.
Lanjutan Penyidikan dan Pemberantasan Korupsi
Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Sumsel akan terus mendalami bukti-bukti yang ada untuk mengungkap lebih dalam tentang siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Penegak hukum berharap dapat membongkar jaringan korupsi yang lebih luas, serta meminta pertanggungjawaban kepada pihak lain yang terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi ini.
Sementara itu, Kejati Sumsel menegaskan bahwa proses hukum ini merupakan bagian dari komitmen mereka untuk terus memberantas tindak pidana korupsi di Sumatera Selatan. Tahun 2024, Kejati Sumsel telah mengarahkan perhatian mereka pada sektor-sektor seperti pertambangan, perkebunan, mafia tanah, dan sektor pendapatan negara. Di tahun 2025, Kejati Sumsel memperluas cakupan pemberantasan korupsi dengan menambah fokus pada tindak pidana suap dan gratifikasi, sebagaimana terbukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Selatan pada 10 Januari 2025.
Kasus ini menjadi salah satu bukti bahwa Kejati Sumsel tidak akan mentolerir praktik korupsi yang merugikan keuangan negara. “Kami akan terus berupaya maksimal untuk mengembalikan kerugian negara dan menegakkan hukum seadil-adilnya,” ujar Kepala Kejati Sumsel, dalam keterangannya terkait penetapan tersangka pada hari ini.
Dengan penetapan tiga tersangka ini, Kejati Sumsel berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku korupsi lainnya dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap proses pembangunan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi.(Feb/**)