Matamedia.News, (Jakarta) | Sebagai pihak yang mengajukan gugatan Judicial Review (JR) terhadap ambang batas dukungan pencalonan presiden dan wakil presiden (Presidential Threshold atau PT) yang ditetapkan 20 persen, Ketua DPD RI ke-5, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberi apresiasi terhadap perubahan pandangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya mengabulkan penghapusan PT 20 persen tersebut.
“Perubahan pandangan Hakim MK ini harus diapresiasi, terutama setelah 33 kali menolak gugatan yang sama, termasuk gugatan DPD RI atas Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam putusan terbaru, majelis mendalilkan bahwa penghapusan PT bertujuan menghindari kemunduran demokrasi dan dominasi partai politik, yang membatasi peluang warga negara untuk maju sebagai pemimpin nasional,” kata LaNyalla pada Jumat (3/1/2025).
LaNyalla menekankan bahwa penghapusan PT 20 persen ini harus menjadi momentum untuk menata ulang sistem demokrasi Indonesia yang sesuai dengan Pancasila, mengedepankan demokrasi perwakilan dan musyawarah mufakat. Ini diharapkan dapat mengurangi biaya politik yang tinggi dan menghindari jebakan popularitas serta elektabilitas yang bisa difabrikasi.
LaNyalla menambahkan, bangsa Indonesia harus kembali ke sistem demokrasi yang berlandaskan Pancasila untuk menghasilkan pemimpin yang memiliki hikmat dan integritas. “Pemilihan presiden langsung hanya akan menghasilkan biaya politik tinggi dan melibatkan pembiaya, dengan ujian hanya pada popularitas dan elektabilitas,” ujarnya.
Lebih lanjut, LaNyalla berharap Presiden Prabowo yang memiliki semangat untuk kembali ke Pancasila dan UUD 1945, dapat mendorong perubahan sistem pemilu dan tata negara yang sesuai dengan konstitusi asli Indonesia. Menurutnya, perubahan ini akan membuka pintu bagi penerapan demokrasi Pancasila yang belum pernah diterapkan secara tepat sejak Orde Lama maupun Orde Baru.
Seperti diketahui, DPD RI sebelumnya mengajukan JR pada 2022 terkait pasal 222 UU Pemilu yang mengatur PT 20 persen. Namun, MK menolak gugatan tersebut pada putusan Nomor 52/PUU-XX/2022. Baru pada 2 Januari 2025, MK dalam putusan 62/PUU-XXII/2024 memutuskan untuk menghapuskan ketentuan PT, menyatakan bahwa Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.[Feby/**]